Health Researcher

Health Researcher
I love research

Thursday, March 24, 2016

Filariasis

Filariasis adalah sejumlah infeksi yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini dapat menyerang hewan maupun manusia. Parasit filaria memiliki ratusan jenis, tapi hanya delapan spesies yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Pengelompokan filariasis umumnya dikategorikan menurut lokasi habitat cacing dewasa dalam tubuh manusia, yaitu filariasis kulit, limfatik, dan rongga tubuh. Di sini akan dibahas lebih detail mengenai filariasis limfatik. Di Indonesia, penyakit ini lebih dikenal dengan istilah kaki gajah atau elefantiasis.
Penyebab dan Penularan Filariasis
Gejala-gejala Filariasis
Diagnosis dan Pengobatan Filariasis
  • Operasi.
  • Melakukan olahraga ringan untuk bagian tubuh yang mengalami penumpukan cairan untuk memicu pengalirannya.
  • Membersihkan bagian yang bengkak dengan seksama tiap hari untuk mencegah infeksi.
  • Mensterilkan luka jika ada.
Langkah Pencegahan Filariasis
  • Mengenakan baju atau celana panjang.
  • Mengoleskan losion antinyamuk.
  • Tidur di dalam kelambu.
  • Membersihkan genangan air di sekitar lingkungan.

Menurut WHO, terdapat sekitar 120 juta orang di dunia yang menderita filariasis limfatik dan sepertiga di antaranya mengidap infeksi yang parah. Parasit yang dapat menyebabkan jenis filariasis ini meliputi Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.
Wbancrofti merupakan parasit yang paling sering menyerang manusia. Diperkirakan ada 9 dari 10 pengidap yang menderita filariasis limfatik akibat parasit ini.
Parasit filaria masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. Cacing tersebut akan tumbuh dewasa, bertahan hidup selama enam hingga delapan tahun, dan terus berkembang biak dalam jaringan limfa manusia.
Infeksi ini umumnya dialami sejak masa kanak-kanak dan menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang tidak disadari sampai akhirnya terjadi pembengkakan yang parah dan menyakitkan. Pembengkakan tersebut kemudian dapat menyebabkan cacat permanen.
Berdasarkan gejalanya, filariasis limfatik terbagi dalam tiga kategori yang meliputi kondisi tanpa gejala, akut, dan kronis.
Sebagian besar infeksi filariasis limfatik terjadi tanpa menunjukkan gejala apa pun. Meski demikian, infeksi ini tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan limfa dan ginjal sekaligus memengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Filariasis limfatik akut terbagi lagi dalam dua jenis, yaitu adenolimfangitis akut (ADL) dan limfangitis filaria akut (AFL).
Jika mengidap ADL, pasien akan mengalami gejala demam, pembengkakan noda limfa atau kelenjar getah bening (limfadenopati), serta bagian tubuh yang terinfeksi akan terasa sakit, memerah, dan membengkak. ADL dapat kambuh lebih dari satu kali dalam setahun. Cairan yang menumpuk dapat memicu infeksi jamur pada kulit yang merusak kulit. Semakin sering kambuh, pembengkakan bisa semakin parah.
Sedangkan AFL yang disebabkan oleh cacing-cacing dewasa yang sekarat akan memicu gejala yang sedikit berbeda dengan ADL karena umumnya tidak disertai demam atau infeksi lain. Di samping itu, AFL dapat memicu gejala yang meliputi munculnya benjolan-benjolan kecil pada bagian tubuh, tempat cacing-cacing sekarat terkumpul (misalnya pada sistem getah bening atau dalam skrotum).
Sementara jenis ketiga, yaitu kondisi kronis, akan menyebabkan limfedema atau penumpukan cairan yang menyebabkan pembengkakan pada kaki dan lengan. Penumpukan cairan dan infeksi-infeksi yang terjadi akibat lemahnya kekebalan tubuh akhirnya akan berujung pada kerusakan dan ketebalan lapisan kulit. Kondisi ini disebut sebagai elefantiasis. Selain itu, penumpukan cairan juga bisa berdampak pada rongga perut, testis pada penderita laki-laki dan payudara pada penderita wanita.
Proses diagnosis filariasis limfatik dapat dilakukan melalui tes darah dan tes urine. Kedua tes ini akan mendeteksi keberadaan parasit filaria dalam tubuh pasien. Tes darah akan dilakukan pada malam hari saat parasit aktif.
Jika positif terdiagnosis, dokter akan memberikan obat-obatan anti-filaria untuk menangani filariasis limfatik. Contoh obat yang umumnya digunakan adalah diethylcarbamazine (DEC). Kondisi kronis juga terkadang harus disertai dengan langkah penanganan lain yang meliputi:
Langkah utama dalam untuk mencegah tertular filariasis adalah dengan menghindari gigitan nyamuk sebisa mungkin. Hal ini sangat penting, terutama di negara-negara tropis, seperti Indonesia. Untuk memaksimalisasi perlindungan terhadap gigitan nyamuk, kita dapat mengambil langkah-langkah sederhana yang meliputi:

No comments:

Post a Comment